Tak
pernah terpikir bahwa aku akan bermain teater, bahkan punya niatan bermain
teater saja tidak pernah terlintas. Karena aku tahu diri tak ada bakat dalam
bermain dalam dunia seni peran. Namun semuanya berbalik, tepatnya tanggal 4
April 2013. Itu adalah tanggal pentas yang akan menampilkan teman-teman tuli
dan berkolaborasi dengan beberapa organisasi.
For your information, ini adalah kali pertama teman-teman tuli
pentas kolaborasi dengan orang dengar. Jadi kita tak bisa membayangkan
“kejutan” apa yang akan terjadi saat pentas. Dari sisi kepanitiaan, yang
menjadi koordinator adalah tuli, kita yang orang dengar bertugas menyokong dari
belakang. Ketua panitia pelaksana dan ketua masing-masing bagian adalah tuli.
Teman-teman dengar bertugas untuk memberikan mereka “pengalaman langsung” dalam
segi kepanitiaan.
Setelah beberapa kali rapat,
aku melihat kinerja mereka sangat bagus. Mereka bekerja sesuai dengan tugasnya.
Yang paling berkesan adalah dalam bidang sponsorship. Kebetulan aku masuk dalam
bagian sponsorship dan bertugas mencari sponsor dari perusahaan-perusahaan.
Pertama, aku yang maju untuk memberikan contoh pada teman tuli bagaimana alur
memasukkan proposal ke sebuah perusahaan. Dan perusahaan pertama selesai. Kemudian
kami berpindah ke perusahaan kedua, ini giliran teman tuli yang maju. Tak ada
rasa canggung atau malu pada dirinya. Ah keren amat sih dia, pikirku.
Hari berikutnya kita berbagi
tugas untuk berkeliling ke perusahaan-perusahaan lain. Teman-teman tuli
melakukan tugasnya dengan sangat baik. Hasil dari sponsorship ini memang
penting untuk pentas teater ini, tapi yang lebih penting dari hal ini adalah
dapat mengasah kepercayaan diri dan dapat berproses belajar bagaimana kerja
sama dalam sebuah tim baik dengan sesama tuli maupun orang dengar.
Persiapan teater ini cukup
lama, sekitar 4 bulan. Sangat melelahkan bagiku, setiap pagi aku bekerja, sore
bekerja, dan malamnya latihan teater hingga larut. Tapi yang lebih mengherankan
lagi, justru teman-teman tuli latihannya sangat bersemangat, mereka pasti punya
kesibukan masing-masing. Tapi hampir tak nampak wajah lelah mereka saat latihan
persiapan teater ini. Dua jempol untuk mereka!!
Pentas teater ini diiniasi oleh
Deaf Volunteering Organization (DVO), yang bekerjasama dengan Gerkatin (Gerakan
untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Solo, BKKT UNS (Badan Koordinasi
Kesenian Tradisional Universitas Sebelas Maret), dan Teater Peron FKIP UNS. Pada
mulanya aku dan beberapa teman hanya sekedar nongkrong di sebuah angkringan
(semacam warung kaki lima) ngobrol-ngobrol tentang rencana kita untuk membuat
suatu acara. Faiz dan Budi, mereka adalah kawanku yang merupakan anggota BKKT
UNS, serta Epik, anggota Teater Peron FKIP UNS, membicarakan bagaimana caranya
berkontribusi untuk mengenalkan difabel ke masyarakat supaya tidak selalu
dipandang negatif. Berbagai ide muncul, mulai dari perkusi disertai aksi
teatrikal, keliling ke sekolah-sekolah untuk mengumpulkan dana, dan ide-ide
lainnya.
Kemudian terbersit ide yang
cuma nyeplos, bagaimana kalau kita
buat sebuah pentas teater tuli yang menggabungkan BKKT dan Peron?, kataku.
Yaaah mereka semua sutuju, tapi belum jadi obrolan yang serius. Dan pada
akhirnya kami menghubungi masing-masing organisasi untuk membicarakan acara kami
ini. Dari DVO dan Gerkatin Solo setuju, BKKT setuju, serta Peron UNS setuju,
acara berjalan. Selanjutnya kami melakukan rapat perdana yang bertujuan untuk
mengumpulkan semua anggota yang akan terlibat dalam pentas teater ini. Rapat
perdana usai, artinya perjuangan panjang kami segera dimulai
Tantangan yang besar terjadi di
tengah-tengah proses persiapan teater ini. Terjadi beberapa perubahan rencana
pentas, yang awalnya bulan Februari, mundur bulan Maret, dan hingga akhirnya fix tanggal 4 April 2013. Banyaknya
pemain yang belum siap menjadi kendala, dan juga karena April adalah bulan
dimana Ujian Nasional diselenggarakan, maka kawan kami yang bersekolah di SMP
dan SMA tingkat akhir mengundurkan diri dari proses teater ini. Ditambah lagi
ada beberapa kawan kami dari BKKT yang menjadi pemeran dalam teater ini harus
mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) selama 4 bulan di Jogja. Sehingga dari
sutradara memutuskan untuk merotasi pemain, mengubah naskah, dan mengubah beberapa adegan dalam teater
ini. Salut untuk pak sutradara :D
Aku juga minta maaf untuk
sutradara, sekaligus berterimakasih atas kesabarannya melatihku dalam berakting
menjadi Pak Lurah. Berkali-kali ditegur kurang ekspresi, kurang menghayati,
kurang latihan, tidak hafal-hafal naskah, dan lain sebagainya, mohon maaf deh
ya. Ini pertama kalinya bermain teater. Latihan selama 4 bulan ini kita
berlatih seminggu 3 kali. Tempat latihan menjadi kendala para pemain. Karena
rumah yang berseberangan, sehingga mencari tempat latihan yang berada tepat di
tengah-tengah kota sangat sulit. Ada beberapa pilihan yaitu di SLB Negeri
Surakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS). Di SLB Negeri Surakarta bisa dipakai, tapi kita tak boleh
berteriak-teriak karena mengganggu tetangga (kita pernah diprotes), jika di UNS
banyak tempat latihan, tapi akan kejauhan bagi kawan-kawan yang berada di
bagian barat Solo. Sedangkan di UMS ada tempat, tapi bagi yang bertempat di
Solo bagian timur merasa kejauhan. Akhirnya dalam rapat lanjutan kami mengambil
voting untuk tempat latihan, dan dengan selisih voting tipis, terpilihlah UMS
sebagai tempat latihan kami. Latihan dimulai jam 7 hingga jam 10 malam. Yap
semangat kawan-kawan deaf tetap menggebu.
H-7
Pentas
Membuat suatu kegiatan yang
panitianya merupakan kolaborasi dari berbagai organisasi cukup membuat
kesulitan untuk menyatukan waktu latihan. Disamping BKKT dan Peron yang sangat sibuk
dengan berbagai acaranya, mereka harus latihan juga dengan kami dalam teater
ini. Bahkan kami baru sekali latihan bersama antara DVO, Gerkatin, Peron, dan
BKKT UNS. Namun, semua itu tak menyurutkan langkah kami yang sudah semakin
dekat. Latihan bersama sangat sulit, karena menyatukan antara adegan teater,
gerakan hiphop, dan tarian dari teman-teman tuli.
Kesulitan yang dihadapi oleh
BKKT UNS adalah, mereka baru pertama kali ini mengadakan pentas dengan tuli.
Karena biasanya mereka dengan mudah bilang kepada pemerannya untuk mengikuti
suara musik, tapi berkolaborasi dengan tuli itu menjadi hal yang berkebalikan
bahwa BKKT yang harus mengikuti gerakan tuli. mereka bilang ini pengalaman yang
sangat “wow”.
Pada H-7, kami sudah memiliki
gambaran seperti apa kelak penampilan teater kami. Ada tarian dari teman-teman
tuli, ada hiphop, puisi dengan bahasa isyarat, adegan teater, dan tarian-tarian
teatrikal yang mengandung unsur cerita dalam rangkaian teater. Hal yang sangat
membuat haru dan bangga, bukan hanya bagi DVO, tapi bagi Gerkatin, orang tua,
dan masyarakat awam pada umumnya.
Hari
Pentas
Tiket yang sudah disebar
sebelum hari pentas ternyata sudah hampir habis, hal ini sempat membuat kaget
seluruh panitia. Kaget karena senang dengan antusias masyarakat yang sangat
besar untuk menonton pentas ini, dan kaget karena khawatir jika penonton yang
membeli tiket on the spot tak bisa
terlayani. Tiket yang sudah disebar sejumlah 400-an lembar, namun hanya tersisa
beberapa lembar. Untung saja kami sudah menyiapkan tiket cadangan. Rapat
persiapan akhir untuk memastikan semua dalam keadaan prima, baik dari penjaga
pintu, lighting, dan antisipasi jika penonton membludak.
Pada hari pentas ini kami
sangat berterimakasih kepada Teater Tulang, yang telah membantu kami dalam
segala hal. Baik dalam koordinasi pemain, koordinasi teknis acara, dan yang
paling penting Teater Tulang sangat membantu dalam dekorasi panggung. Dekorasi
panggung yang sangat bagus disuguhkan oleh Teater Tulang. Bahkan Teater Tulang
membantu dalam make up artis, dan mengerahkan seluruh pasukannya untuk membantu
pentas kami ini. Sungguh kekuatan yang luar biasa dan tak terduga yang
mendukung pentas kami ini.
Pukul 18.00 semua pemain sudah
siap. Dan kami sangat gugup menanti pintu teater dibuka. Seperti biasa, sebelum
pentas digelar semua pemain dan kru berkumpul melingkar di tengah panggung
untuk berdoa. Kata-kata penyemangat dari sutradara dan kru yang lain untuk kami
sangat membuat semangat menggebu. “Panggung ini milik kalian, malam ini kalian
ditonton banyak pasang mata yang penuh rasa penasaran akan pertunjukan ini. It’s your day!!”
Tepat pukul 19.00 pintu Teater Besar Taman
Budaya Jawa Tengah dibuka. Suara riuh penonton terdengar hingga balik panggung.
Oh jantung rasanya berdetak 100 kali ritme normal. Rasanya lebih gugup dari
ujian skripsi. Pertama kali jadi pemain teater dan langsung menjadi pemeran utama,
Tuhan beri hamba kekuatan, bisikku dalam hati. Lima belas menit kemudian aku
mengintip suasana Teater Arena dari belakang panggung. Woooooww penonton penuh!
Jantung semakin berdetak kencang membayangkan aku akan berada di tengah
panggung itu dalam beberapa menit kemudian. Kakiku ikut bergetar dan tiba-tiba
Epik menarikku ke belakang panggung menjauhkanku dari hiruk pikuk penonton.
“Jangan lihat ke sana, biarkan para penonton menjadi kejutan buatmu”, katanya.
Jadikan aura penonton menjadi semangatmu di panggung nanti, tambah Epik.
Mulai masuk acara pada pukul
19.30. Dibuka oleh pembawa acara Mega Safira, Kepala Sekolah Akademi Berbagi
Solo. Sambutan pertama oleh ketua panitia, Ryan. Mungkin banyak penonton yang
heran karena sambutannya dibawakan dengan menggerak-gerakkan tangan semacam
sandi rahasia dalam pramuka. Ryan adalah seorang tuli, jadi dia memberi
sambutan dengan memakai bahasa isyarat. Dibantu oleh seorang interpreter yang menerjemahkan apa yang
Ryan katakan kepada penonton. Ketua panitia sangat berterimakasih kepada
penonton yang sudah memenuhi Teater Arena, pihak-pihak yang mendukung acara
ini, dan kepada pemain serta sutradara yang telah berlatih dengan keras. Sambutan
ketua panitia memukau para penonton karena seorang tuli dengan percaya diri
bercerita dengan bahasa isyarat di depan panggung, karena selama ini mereka
melihat tuli jika di acara-acara TV selalu oral dan tanpa menggunakan bahasa
isyarat.
Kemudian sambutan kedua oleh
ketua Gerkatin Solo, Muhammad. Hal ini juga dilakukan dengan menggunakan bahasa
isyarat. Dengan kemampuan Muhammad bercerita tentang hak-hak tuli di Indonesia,
advokasi yang telah Gerkatin Solo lakukan kepada pemerintah, hingga ceritanya
mengenai kehidupan tuli di Inggris. Ya dia beberapa waktu lalu diundang ke Inggris
untuk tinggal selama 1,5 bulan mempelajari organisasi tuli dan aktivitas tuli
di sana. Sekali lagi, sambutan dari Muhammad telah menyadarkan masyarakat bahwa
ada banyak hak-hak tuli di Indonesia yang belum terpenuhi.
Sambutan terakhir adalah dari
DVO, yaitu oleh Christian. Dia bercerita mengenai awal mula DVO terbentuk serta
jumlah anggota yang sangat terbatas. Di sini ditekankan bahwa untuk menjadi
anggota DVO tidak harus fasih berbahasa isyarat, namun semua orang yang punya
visi untuk berjuang bersama tuli itulah yang kami perlukan. Bahkan orang-orang yang membantu kami di acara
teater ini merupakan volunteer. Mereka tidak bisa bahasa isyarat, namun mereka
tergerak hatinya untuk bersama-sama mensukseskan acara ini. Memang kuantitas
itu berpengaruh, tapi mencari orang-orang yang berkualitas itu yang sangat kami
perlukan.
Tepat pukul 20.00 pagelaran
teater dimulai. Inilah saat-saat yang sangat mendebarkan untukku. Pertunjukan
pertama diawali dengan aksi teatrikal oleh teman2 tuli. yang isinya adalah menggambarkan
janin di dalam perut sang ibu yang kelak lahir anak tuli. Saat aksi teatrikal
ini berlangsung, adegan berikutnya adalah aku, dan aku muncul dari depan yaitu
dari bangku penonton. Oh Tuhan, setelah masuk ke dalam Teater Arena aku melihat
penonton sangat penuh, bahkan banyak yang duduk di tangga dan lesehan. Belum pernah melihat Teater
Arena disesaki oleh penonton yang membludak seperti ini. Luar biasa!
Aksi teatrikal selesai dan
tepuk tangan penonton sangat membahana, terlihat raut kekaguman di wajah
mereka. Oh ya, karena penonton di sini ada banyak teman tuli, jadi cara tepuk
tangan penonton mengikuti cara tepuk tangan teman-teman tuli, yaitu dengan
menggerak-gerakkan kedua tangan di atas. Karena teman-teman tuli lebih visual,
dengan melihat banyak tangan yang diangkat tersebut, semangat tuli menjadi
lebih besar. Dan aku ada di deretan tangga yang penuh sesak penonton melihat
dengan jelas bahwa penonton sangat penasaran dengan pagelaran teater kami ini.
Mungkin yang terlihat “aneh”
dari teater ini adalah adanya dua orang di sini kanan dan kiri panggung yang
disorot lampu, mereka berbahasa isyarat sepanjang acara. Ya, mereka adalah
penerjemah bahasa isyarat yang menerjemahkan dialog-dialog teater kepada
penonton tuli. Ini pertama kalinya penonton melihat cara menerjemahkan dan
sekali lagi ini membuat teater kami berbeda. Giliranku untuk masuk adegan ke
atas panggung. Di sini atmosfer ratusan pasang mata penonton tertuju ke arahku,
deg, jantungku memompa darah jutaan
kali lebih cepat. Tangan dan kaki begitu gemetar tak terkontrol. Saat
berdialog, aku mensiasatinya dengan berjalan kaki supaya tidak terlihat kalau
kakiku ini bergetar hebat.
Teater ini menceritakan sebuah
keluarga Lurah yang memiliki anak tuli. Aku berperan sebagai Joko, seorang lurah,
sifatku yang tak bisa menerima Laras, anak Joko yang tuli. Sehingga Joko
mengurungnya di rumah selama sepuluh tahun karena malu kalau orang lain melihat
bahwa anaknya adalah tuli. Namun Bu Lurah sangat sabar, dia selalu percaya
bahwa anaknya adalah anak yang pintar, karena dikurung di rumah sehingga Laras
tidak bisa berkembang. Berkali-kali gejolak keluarga antara Pak Lurah dengan Bu
Lurah yang membuat Laras kabur dari rumah. Kemudian Laras ditemukan oleh sebuah
keluarga tuli, yaitu ibu dan semua anak-anaknya tuli. Laras nyaman berada di
keluarga tersebut dan tidak mau pulang bersama ayahnya. Ayah dan ibunya sedih
membujuknya untuk pulang ke rumah. Akhirnya Laras bersedia pulang, tapi dia
ingin mengajak teman-temannya itu pulang ke rumah bersamanya. Setelah Pak Lurah
berpikir sejenak, dia mengizinkan teman-teman Laras pulang ke rumah, dan
mengangkatnya sebagai anak serta akan menyekolahkan mereka semua.
Penampilan teater ditutup
dengan puisi bahasa isyarat yang ditampilkan oleh seluruh pemain. Untuk kesekian
kalinya riuh tepuk tangan dan lambaian tangan penonton tak henti-hentinya
mereka berikan kepada kami. Tampak berbagai macam ekspresi di wajah para
penonton. Banyak yang merasa terharu dengan cerita teater ini. Beberapa
penonton sadar bahwa selama ini banyak yang mendiskriminasikan tuli dan tidak
menghargai hak tuli yaitu bahasa isyarat. Teman-teman tuli yang menonton teater
ini mengaku terharu karena mengingat perlakuan orang tua terhadap mereka,
begitu juga dengan orang tua yang memiliki anak tuli merasa bersalah karena
tidak memahami anaknya.
Pagelaran selesai dan kami
mendapatkan banyak ucapan selamat dari para penonton serta sahabat kami. Mereka
sangat puas dengan pertunjukan teater ini. Sungguh sangat mengharukan. Hari
sudah semakin larut dan semua harus pulang beristirahat. Rasanya masih tak
percaya bahwa hari ini aku bermain teater dan mendapat sambutan yang sangat
luar biasa. Keesokan harinya, kami membuka beberapa situs portal berita.
Sungguh tidak kami sangka, bahwa teater kami masuk ke dalam berita di salah
satu stasiun televisi swasta nasional. Pencapaian yang sangat tidak kami duga
bahwa pertunjukan teater kami telah menarik minat banyak orang yang ingin tahu
lebih dalam mengenai pertunjukan ini. Selain TV, pertunjukan teater kami
semalam masuk ke dalam portal berita nasional, semua portal berita lokal, dan
surat kabar. Facebook dan twitter penuh dengan ucapan selamat dan kekaguman
dari para penonton.
Usaha-usaha
yang telah kami lakukan tersebut adalah untuk mengedukasi masyarakat bahwa kami
merupakan bagian dari masyarakat. Jangan marginalkan kelompok tuli, kami punya
hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Pertunjukan teater ini telah
menyadarkan masyarakat, praktisi pendidikan pada khususnya, bahwa bahasa
isyarat adalah hak tuli, jangan melarang bahasa isyarat. Terbukti dengan bahasa
isyarat semua informasi teater dapat tersampaikan kepada teman-teman tuli. Aku
harap, semangat kawan-kawan Gerkatin Solo dan DVO dapat menular ke
daerah-daerah lain di Indonesia. Tuli jangan takut, tunjukkan potensimu kepada
dunia. Aku bisa, kamu bisa, semua bisa.
Tulisan ini bisa dibaca di buku Karya Pelangi, kumpulan cerita dari sahabat, keluarga, volunteer untuk disabilitas serta dari masyarakat umum. Dengan membeli buku Karya Pelangi secara online, kamu turut menyumbang untuk pembangunan Perpustakaan Pelangi di Solo.